Petrus Selestinus Tegaskan Pencawapresan Gibran Tidak Sah
![]() |
Foto: Petrus Selestinus Tegaskan Pencawapresan Gibran Tidak Sah |
-->
![]() |
Foto: Petrus Selestinus Tegaskan Pencawapresan Gibran Tidak Sah |
![]() |
Foto: Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti |
Jakarta, BorneoTribun.com - Hampir dua bulan menjelang pemungutan suara di Pilpres 2024, elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) tampak tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Mayoritas lembaga survei yang merilis hasil surveinya sepanjang November 2023 ini, masih memperlihatkan keunggulan pasangan Prabowo-Gibran. Meskipun ada juga lembaga-lembaga survei yang hasilnya sesuai dengan temuan di lapangan, namun jumlahnya sedikit dan belum mengumumkan hasil surveinya kepada masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menduga survei-survei tentang elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden itu memang dipesan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
Tanpa menyatakan siapa pihak yang memesan, Ikrar mengungkapkan dua cara dalam membuat survei-survei itu mengunggulkan Prabowo-Gibran.
"Pertama, memang ada lembaga-lembaga survei yang diminta untuk mengunggulkan pasangan tertentu, dalam hal ini Prabowo-Gibran melalui hasil survei nya," ungkap Ikrar kepada media, Selasa (5/12/2023).
Lalu, sambung Ikrar, cara kedua adalah dengan mengintervensi secara tak langsung terhadap survei, dalam tataran teknisnya. Sehingga hasil survei itu sesuai dengan keinginan sang pemesan.
"Misalnya, ketika si pemesan sudah mengetahui daerah mana saja yang akan menjadi sampel survei lembaga tertentu, maka di daerah-daerah itu akan diturunkan para pelaku lapangan untuk memberikan bantuan seperti sembako pada masyarakat dengan arahan mendukung Prabowo-Gibran," ungkap Ikrar.
Peraih gelar Ph.D. bidang sejarah politik dari School of Modern Asian Studies, Griffith University Brisbane, Australia itu menyatakan, survei-survei itu dibuat untuk mempengaruhi pemilih agar memilih Prabowo-Gibran.
"Ketika hampir semua lembaga survei menunjukkan hasil serupa dengan dukungan data yang tampak akurat, para pemilih kemungkinan akan terpengaruh dalam menentukan pilihannya," ujar Ikrar.
Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bicara soal elektabilitas Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang menurun di beberapa survei. Hasto menyebut hasil survei capres seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa diintervensi.
"Itu survei dipakai sebagai bandwagon effect, survei sebagai alat pemenangan. Kalau mau survei diintervensi dulu. Kalau keputusan MK saja bisa diintervensi istana, masak survei tidak," kata Hasto seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11/2023).
Hasto menyebut cara yang menurutnya mudah untuk meninggikan survei. Hasto menyinggung pemberian sembako bergambar Prabowo-Gibran.
"Caranya mudah. Di lokasi di mana sampel akan diambil, lalu dibagi sembako dan beras, kan, itu sudah ada beras bergambar Pak Prabowo dan Mas Gibran," lanjut Hasto.
![]() |
Foto: Setelah Hasto & Anies, Giliran Petinggi Nasdem Kritik Food Estate |
![]() |
Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Rasyid Baswedan dan pengacara Ari Yusuf Amir. |
Jakarta, BorneoTribun.com - PKPU Nomor 23 Tahun 2023 yang menjadi dasar syarat pencalonan capres-cawapres dinilai cacat formil. Sebab PKPU tersebut bertentangan dengan putusan MK No 141/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu.
Berdasarkan pertimbangannya, MK dalam Putusan 141 itu mengakui bahwa terkait persyaratan capres/cawpres jika diperlukan perubahan syarat batas usia minimal, maka
berdasarkan penalaran yang wajar adalah dapat dipilih pernah menjabat sebagai gubernur,
yang persyaratannya ditentukan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang.
“Karenanya keputusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dengan
berbekal syarat pernah berpengalaman sebagai wali kota bertentangan putusan MK No 141,” ujar Mirza Zulkarnain S.H., M.H., Direktur LBH Yusuf, dalam keterangannya kepada media,
Jumat 1 Desember 2023.
Menurut Mirza, secara substantif MK menyatakan bahwa ‘seharusnya hanya yang pernah atau
sedang berpengalaman menjadi gubernur saja’ yang memenuhi syarat sebagai calon presiden
dan wakil presiden. Sementara berpengalaman sebagai bupati/wali kota, tidak memenuhi syarat. Lalu, jika mengikuti konstruksi Putusan MK 141, seharusnya putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa langsung dijadikan dasar bagi KPU untuk mengeluarkan PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang penambahan syarat berpengalaman di pilkada bagi capres/cawapres. Sebab Putusan 141 mengamanatkan implementasi dan pemaknaan lebih lanjut dari frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” adalah open legal policy yang menjadi ranah pembentuk UU.
“Oleh karena itu DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukumnya apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.
Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan
PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut.
“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang di pilkada hanya sebatas
pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.
Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan
PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut.
“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang didasarkan pada PKPU itu
juga cacat formil,” tegasnya.
Sebelumnya LBH Yusuf telah mengajukan uji materil terhadap PKPU 23 tersebut ke Mahkamah
Agung karena memiliki cacat formil. Putusan MK 141, dengan demikian, menguatkan
pandangan LBH Yusuf tersebut.
Sebagai informasi, MK pada Rabu 29 November lalu mengeluarkan Putusan No 141/PUU-XXI/2023 terkait uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang persyaratan usia capres sebagaimana telah dimaknai oleh MK melalui putusan No 90/PUUXXI/2023. Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK agar Pasal 169 huruf q UU 7/2017, sepanjang tidak dimaknai “atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat Provinsi, yakni
Gubernur dan/atau Wakil Gubernur” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. MK kemudian menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Brahma Aryana itu. Namun
demikian dalam pertimbangannya, MK berpendirian bahwa penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).
Poin Penting:
1. PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan Bertentangan dengan Putusan MK Nomor
141/PUU-XXI/2023;
2. DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukum apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi bupati/wali kota.
![]() |
Foto: Plt Bupati Sanggau Bersama Kodim 1204 / Sanggau Laksanakan Karya Bakti Tekan Penyebaran DBD |
![]() |
Foto: Tersangka YI |
![]() |
Foto: Kades Balai Karangan Laksanakan Fogging Bekerjasama dengan Instansi Terkait Upaya Pencegahan DBD |
![]() |
Foto: Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono |
![]() |
Foto: Menteri-Walikota Maju Pilpres tak Harus Mundur, Presiden Dinilai "Cawe-cawe" |
Subscribe di situs ini untuk mendapatkan update berita terbaru