19 Desember 2023
Pj Gubernur Harisson Pastikan Kesiapan RSUD M.Th. Djaman Sanggau di Masa Liburan Natal dan Tahun Baru
Tiba Di Sanggau, Pj. Gubernur Kalbar Serahkan Bantuan Sarpras Pertanian
14 Desember 2023
Akibat Utamakan Pengisian Jerigen, Memicu Keributan di SPBU Bunut
Foto: SPBU 64-785-02 yang beralamat di jalan Jend. Sudirman, Kelurahan Bunut, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau melakukan pengisian jirigen. |
13 Desember 2023
Petrus Selestinus: Prabowo Tak Siap Hadapi Isu HAM di Debat Capres
Foto: Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus |
Jakarta, BorneoTribun.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai calon presiden (capres) Prabowo secara mental tidak siap menghadapi debat pertama capres Pilpres 2024 yang digelar di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12).
Petrus menilai Prabowo tidak menyangka kalau akan muncul pertanyaan dari Capres Nomor 3 dan 1 soal pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM yang hingga sekarang belum dibentuk.
"Ketidaksiapan ini juga membuktikan bahwa Capres Prabowo ketika nanti terpilih, maka persoalan pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM tidak akan menjadi prioritas, bahkan pelanggaran HAM akan semakin menjadi jadi," tegas Petrus, Rabu (13/12).
Petrus melanjutkan, jika kita lihat hasil investigasi TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) 1998 dan rekomendasinya, maka disitu terungkap bahwa Letjen Prabowo Subianto dan Mayjend Syafrie Samsuddin harus bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM 1997 dan Mei 1998, terutama penculikan Mahasiswa dan penembakan Mahasiswa.
Namun proses hukum atas diri Prabowo Subianto tidak berjalan.
Begitu juga Rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira seputar pelanggaran Prabowo Subianto, yang berbuah keputusan Prabowo diberhentikan dari Dinas Prajurit ABRI.
"Hal itu membuktikan bahwa kesalahan Prabowo Subianto dalam kasus pelangaran HAM dan Tindakan Pidana terbukti, akan tetapi tidak ada niat sungguh-sungguh dari Negara untuk memproses hukum Prabowo baik atas pelanggaran HAM maupun Tindak Pidananya," tegas Petrus.
Karena itu, sambung Petrus, SKCK yang diberikan oleh Kepolisian kepada Prabowo Subianto bahwa yang bersangkutan tidak pernah memiliki catatan kriminal sejak lahir hingga sekarang harus dinilai sebagai keterangan SKCK yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang sudah menjadi notoire feiten atau fakta yang telah diketahui umum sehingga tidak perlu dibuktikan oleh hakim.
Artinya, tegas Petrus, secara hukum Prabowo Subianto tidak layak menjadi Capres.
"Momentum untuk membela diri dan menjelaskan secara logis oleh Prabowo seputar keterlibatannya dalam pelanggaran HAM pada tahun 1997-1998 dan bagaimana dengan pengadilan HAM, itulah yang harus dijelaskan dalam debat tadi malam, namun Prabowo tidak menjawab tuntas atau menghindar menjawab substansi masalah pelanggaran HAM, itulah yang disesalkan dan menjadi nilai minus dalam penampilan debat tadi malam," papar Petrus.
Belum lagi isi hukum soal pemberantasan korupsi yang juga tidak tuntas dijawab oleh Prabowo.
Petrus menegaskan, semestinya isu korupsi sebagai warisan orde baru dan pelaku korupsi era orde baru yan belum tuntas diproses hukum, juga harus dijelaskan atau dipertanggungjawabkan dalam debat tadi malam.
Karena, ungkap Petrus, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, mengamanatkan penuntasan kasus KKN termasuk KKN Suharto dan kroni-kroninya.
"Namun tidak pernah terjadi proses hukum terhadap kelompok ini, sehingga di pundak Prabowo selaku representasi kekuatan orde baru dalam capres 2024, nilainya sangat negatif, karena publik memandang Prabowo Subianto bagian dari Kroni Suharto yang hidup dalam suasana KKN akut, Pelanggar HAM 1997-1998 yang belum dipertanggungjawabkan. Padahal itu bagian dari tuntututan reformasi," pungkas Petrus.
07 Desember 2023
Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah di Kalimantan Barat Menuju Akhir Tahun 2023
06 Desember 2023
Petrus Selestinus Tegaskan Pencawapresan Gibran Tidak Sah
Foto: Petrus Selestinus Tegaskan Pencawapresan Gibran Tidak Sah |
Pengamat Politik : Survei-Survei Dipesan Untuk Menangkan Prabowo-Gibran
Foto: Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti |
Jakarta, BorneoTribun.com - Hampir dua bulan menjelang pemungutan suara di Pilpres 2024, elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) tampak tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Mayoritas lembaga survei yang merilis hasil surveinya sepanjang November 2023 ini, masih memperlihatkan keunggulan pasangan Prabowo-Gibran. Meskipun ada juga lembaga-lembaga survei yang hasilnya sesuai dengan temuan di lapangan, namun jumlahnya sedikit dan belum mengumumkan hasil surveinya kepada masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menduga survei-survei tentang elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden itu memang dipesan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
Tanpa menyatakan siapa pihak yang memesan, Ikrar mengungkapkan dua cara dalam membuat survei-survei itu mengunggulkan Prabowo-Gibran.
"Pertama, memang ada lembaga-lembaga survei yang diminta untuk mengunggulkan pasangan tertentu, dalam hal ini Prabowo-Gibran melalui hasil survei nya," ungkap Ikrar kepada media, Selasa (5/12/2023).
Lalu, sambung Ikrar, cara kedua adalah dengan mengintervensi secara tak langsung terhadap survei, dalam tataran teknisnya. Sehingga hasil survei itu sesuai dengan keinginan sang pemesan.
"Misalnya, ketika si pemesan sudah mengetahui daerah mana saja yang akan menjadi sampel survei lembaga tertentu, maka di daerah-daerah itu akan diturunkan para pelaku lapangan untuk memberikan bantuan seperti sembako pada masyarakat dengan arahan mendukung Prabowo-Gibran," ungkap Ikrar.
Peraih gelar Ph.D. bidang sejarah politik dari School of Modern Asian Studies, Griffith University Brisbane, Australia itu menyatakan, survei-survei itu dibuat untuk mempengaruhi pemilih agar memilih Prabowo-Gibran.
"Ketika hampir semua lembaga survei menunjukkan hasil serupa dengan dukungan data yang tampak akurat, para pemilih kemungkinan akan terpengaruh dalam menentukan pilihannya," ujar Ikrar.
Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bicara soal elektabilitas Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang menurun di beberapa survei. Hasto menyebut hasil survei capres seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa diintervensi.
"Itu survei dipakai sebagai bandwagon effect, survei sebagai alat pemenangan. Kalau mau survei diintervensi dulu. Kalau keputusan MK saja bisa diintervensi istana, masak survei tidak," kata Hasto seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11/2023).
Hasto menyebut cara yang menurutnya mudah untuk meninggikan survei. Hasto menyinggung pemberian sembako bergambar Prabowo-Gibran.
"Caranya mudah. Di lokasi di mana sampel akan diambil, lalu dibagi sembako dan beras, kan, itu sudah ada beras bergambar Pak Prabowo dan Mas Gibran," lanjut Hasto.
SAPMA Kick off Program SAPMA Mengajar di Perbatasan Negara
05 Desember 2023
Setelah Hasto & Anies, Giliran Petinggi Nasdem Kritik Food Estate
Foto: Setelah Hasto & Anies, Giliran Petinggi Nasdem Kritik Food Estate |
04 Desember 2023
Pencawapresan Gibran Bertentangan dengan Putusan MK No 141
Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Rasyid Baswedan dan pengacara Ari Yusuf Amir. |
Jakarta, BorneoTribun.com - PKPU Nomor 23 Tahun 2023 yang menjadi dasar syarat pencalonan capres-cawapres dinilai cacat formil. Sebab PKPU tersebut bertentangan dengan putusan MK No 141/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu.
Berdasarkan pertimbangannya, MK dalam Putusan 141 itu mengakui bahwa terkait persyaratan capres/cawpres jika diperlukan perubahan syarat batas usia minimal, maka
berdasarkan penalaran yang wajar adalah dapat dipilih pernah menjabat sebagai gubernur,
yang persyaratannya ditentukan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang.
“Karenanya keputusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dengan
berbekal syarat pernah berpengalaman sebagai wali kota bertentangan putusan MK No 141,” ujar Mirza Zulkarnain S.H., M.H., Direktur LBH Yusuf, dalam keterangannya kepada media,
Jumat 1 Desember 2023.
Menurut Mirza, secara substantif MK menyatakan bahwa ‘seharusnya hanya yang pernah atau
sedang berpengalaman menjadi gubernur saja’ yang memenuhi syarat sebagai calon presiden
dan wakil presiden. Sementara berpengalaman sebagai bupati/wali kota, tidak memenuhi syarat. Lalu, jika mengikuti konstruksi Putusan MK 141, seharusnya putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa langsung dijadikan dasar bagi KPU untuk mengeluarkan PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang penambahan syarat berpengalaman di pilkada bagi capres/cawapres. Sebab Putusan 141 mengamanatkan implementasi dan pemaknaan lebih lanjut dari frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” adalah open legal policy yang menjadi ranah pembentuk UU.
“Oleh karena itu DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukumnya apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.
Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan
PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut.
“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang di pilkada hanya sebatas
pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.
Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan
PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut.
“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang didasarkan pada PKPU itu
juga cacat formil,” tegasnya.
Sebelumnya LBH Yusuf telah mengajukan uji materil terhadap PKPU 23 tersebut ke Mahkamah
Agung karena memiliki cacat formil. Putusan MK 141, dengan demikian, menguatkan
pandangan LBH Yusuf tersebut.
Sebagai informasi, MK pada Rabu 29 November lalu mengeluarkan Putusan No 141/PUU-XXI/2023 terkait uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang persyaratan usia capres sebagaimana telah dimaknai oleh MK melalui putusan No 90/PUUXXI/2023. Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK agar Pasal 169 huruf q UU 7/2017, sepanjang tidak dimaknai “atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat Provinsi, yakni
Gubernur dan/atau Wakil Gubernur” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. MK kemudian menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Brahma Aryana itu. Namun
demikian dalam pertimbangannya, MK berpendirian bahwa penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).
Poin Penting:
1. PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan Bertentangan dengan Putusan MK Nomor
141/PUU-XXI/2023;
2. DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukum apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi bupati/wali kota.
Plt Bupati Sanggau Bersama Kodim 1204 / Sanggau Laksanakan Karya Bakti Tekan Penyebaran DBD
Foto: Plt Bupati Sanggau Bersama Kodim 1204 / Sanggau Laksanakan Karya Bakti Tekan Penyebaran DBD |