Berita Daranante: Iran Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan

13 Mei 2021

Mantan Presiden Iran Ahmadinejad Daftarkan Diri untuk Pilpres Mendatang

Mantan Presiden Iran Ahmadinejad Daftarkan Diri untuk Pilpres Mendatang
Mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad berbicara dengan media setelah mendaftarkan namanya sebagai calon pada pemilihan presiden 18 Juni di markas pemilihan Kementerian Dalam Negeri di Teheran, Iran, Rabu, 12 Mei 2021. (Foto: AP)

BorneoTribun Internasional -- Mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad akan mencalonkan diri kembali untuk jabatan itu dalam pemilihan Juni mendatang.

Ahmadinejad berjalan bersama para pendukungnya menuju pusat pendaftaran di Kementerian Dalam Negeri di mana ia mengisi formulir pendaftaran.

Dalam beberapa tahun ini, Ahmadinejad berupaya untuk memoles citra garis kerasnya menjadi calon yang lebih berhaluan tengah, dengan mengkritik pemerintah yang disebutnya salah kelola.

Ia sebelumnya dilarang mencalonkan diri sebagai presiden oleh pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei pada tahun 2017, meskipun ketika itu ia tetap saja mendaftar. Dewan Penjaga, sebuah badan pengawas konstitusi, akhirnya mendiskualifikasinya.

Khamenei mengatakan ia tidak akan menentang pencalonan kandidat manapun, meskipun dewan pemilih mungkin masih menghalangi pencalonan Ahmadinejad.

Namun kembalinya tokoh populis itu ke panggung politik mungkin menghidupkan kembali ketidakpuasan di kalangan garis keras yang menginginkan sikap lebih keras terhadap Barat, khususnya Israel dan AS.

Ahmadinejad mendorong negaranya ke dalam konfrontasi terbuka dengan Barat terkait program nuklirnya dan dengan rakyatnya sendiri setelah pemilihannya kembali pada tahun 2009 memicu protes massa terbesar sejak Revolusi Islam 1979.

Di luar negeri, ia menjadi karikatur dari persepsi Barat mengenai sikap terburuk Republik Islam itu, seperti menyangkal Holokos, menegaskan bahwa Iran tidak memiliki warga yang gay atau lesbian dan mengisyaratkan bahwa Irak dapat membuat senjata nuklir jika menginginkannya.

Namun di dalam negeri, mantan wali kota Teheran ini mendapat dukungan dari kawasan pedesaan karena program populisnya berupa pembagian uang tunai dan pembangunan perumahan. Sewaktu masa jabatan keduanya hampir berakhir, ia melanggar teokrasi Syiah Iran, dengan menantang langsung Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei, yang memegang keputusan akhir dalam semua masalah kenegaraan.

Ahmadinejad mulai menjabat presiden pada tahun 2005 dan mengakhirinya tahun 2013, setelah terpilihnya Presiden Hassan Rouhani, yang melakukan perjanjian nuklir dengan negara-negara berpengaruh di dunia. Meskipun tidak lagi menjabat, Ahmadinejad berupaya menghidupkan kembali peluang politiknya di hadapan publik maupun melalui media sosial.

Pendaftaran calon presiden Iran mulai dibuka hari Selasa (11/5). [uh/ab]

Oleh: VOA

13 April 2021

Buntut Insiden Natanz, Iran Diduga akan Lancarkan Aksi Balasan

Buntut Insiden Natanz, Iran Diduga akan Lancarkan Aksi Balasan
Presiden Iran Hassan Rouhani, kedua dari kanan, mendengarkan penjelasan kepala Badan Energi Atom Iran Ali Akbar Salehi saat mengunjungi fasilitas nuklir baru Iran di Teheran (10/4).

BorneoTribun Jakarta -- Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berada di Israel pada Senin (12/4), bertemu dengan para pejabat Israel dan membahas tentang Iran. Pertemuan itu dilakukan ketika padamnya listrik di fasilitas nuklir Iran, Natanz, dilaporkan menyebabkan kerusakan besar pada mesin sentrifugal Iran. Para pejabat Iran menyalahkan Israel dan mengancam akan membalas serangan itu.

Israel biasanya jarang mengklaim tanggung jawab atas berbagai serangan seperti di fasilitas Natanz. Sejumlah laporan berita Israel pada Senin (12/4) mengatakan insiden itu bisa memundurkan program nuklir Iran hingga sembilan bulan.

Namun, Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Aviv Kochavi, mengisyaratkan bahwa Israel mungkin terlibat. Dia mengatakan, "aktivitas militer Israel di Timur Tengah tidak disembunyikan dari mata musuh, bahwa mereka menyaksikan kita, mereka lihat kemampuan kita."

Menhan Austin - pejabat pertama pemerintahan Joe Biden yang mengunjungi Israel - tidak menyinggung Iran secara langsung. Dia hanya mengatakan bahwa dia dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz membahas tantangan keamanan regional.

Kunjungan Austin itu dilakukan ketika AS berencana memulai perundingan dengan Iran mengenai upaya menghidupkan lagi perjanjian nuklir Iran, JCPOA, setelah mantan Presiden Donald Trump mundur dari perjanjian itu pada 2015.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengecam keras perjanjian itu. Dia mengatakan perjanjian itu memberi Iran jalan yang legal untuk memiliki senjata nuklir.

Pengamat Iran Eldad Shavit mengatakan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran mungkin mendorong pemerintahan Biden lebih cepat menyepakati perjanjian baru dengan Iran. "Ada alasan untuk menduga atau meyakini bahwa pemerintahan Biden kini mendapat lebih banyak tekanan untuk mencapai perjanjian dengan Iran karena tujuan strategis mereka adalah kembali ke JCPOA, karena mereka tidak punya kebijakan alternatif dengan Iran."

Dalam beberapa pekan belakangan, ada sejumlah laporan mengenai beberapa serangan Israel terhadap target-target Iran, termasuk sebuah pangkalan Garda Revolusioner di atas kapal.

Sima Shein dari Institut bagi Studi Keamanan Nasional mengatakan Iran akan berusaha membalasnya, terutama karena serangan Natanz.

"Apabila saya harus menyusun daftar apa saja aksi balasan yang mungkin dilakukan Iran, mereka akan berusaha melakukannya di beberapa tempat, di beberapa bidang apabila mereka memiliki kemampuan. 

"Mereka pernah melakukannya di masa lalu dan saya yakin mereka akan mencobanya lagi dalam bidang siber, apabila mereka punya kemampuan."

"Satu cara dramatis adalah mempenetrasi infrastruktur sipil Israel. Mereka pernah berusaha melakukan ini di dalam bidang air dan lainnya. Mereka akan berusaha melakukannya di masa depan apabila memungkinkan," tukasnya.

Sementara, Menteri Luar Negeri Iran mengatakan fasilitas Natanz akan dibangun lagi dengan mesin sentrifugal yang lebih canggih dan bisa memperkaya uranium dengan lebih cepat. [vm/jm]

Oleh: VOA

08 April 2021

Amerika Siap Cabut Sanski yang Tak Sesuai Kesepakatan Nuklir Iran

Dua anggota delegasi Iran sedang berjalan di Kota Wina, Austria, untuk persiapan pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir antara Iran dan negara-negara Barat, Senin, 5 April 2021. (Foto: VOA Persian/Guita Aryan)

BorneoTribun Amerika, Internasional -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Rabu (7/4), mengatakan AS siap mencabut sanksi terhadap Iran untuk melanjutkan kepatuhan terhadap kesepakatan nuklir Iran, termasuk yang tidak sesuai pakta 2015 itu.

Deplu AS tidak memberikan perincian.

"Kami siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk kembali mematuhi JCPOA, termasuk mencabut sanksi yang tidak sesuai JCPOA," kata juru bicara Deplu AS, Ned Price, kepada wartawan.

Ia mengacu pada pakta yang secara resmi disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA).

Seorang pejabat AS mengatakan para diplomat dari negara-negara kuat dan Uni Eropa bertemu secara terpisah dengan Iran dan Amerika pada Rabu (7/4) untuk membahas sanksi apa yang mungkin dicabut Amerika dan pembatasan nuklir apa yang mungkin dilakukan Iran dalam upaya mengembalikan kedua negara agar sesuai kesepakatan nuklir 2015.

Lama bermusuhan, Amerika dan Iran mengatakan mereka tidak memperkirakan terobosan cepat dalam pembicaraan yang dimulai di Wina pada Selasa (6/4). Diplomat Eropa dan negara lain menjadi perantara karena Iran menolak pembicaraan tatap muka.

Mantan presiden Donald Trump menarik AS keluar dari pakta 2015 itu, yang intinya adalah mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran setelah negara itu membatasi program nuklirnya. Trump lalu menerapkan kembali sanksi sehingga memaksa Iran melanggar batasan dalam perjanjian nuklir itu.

Pihak-pihak yang tersisa dalam pakta itu: Iran, Inggris, China, Prancis, Jerman dan Rusia, Selasa, sepakat membentuk dua kelompok tingkat ahli yang bertugas memadukan daftar sanksi yang bisa dicabut Amerika dengan kewajiban nuklir yang harus dipenuhi Iran.

Para diplomat mengatakan kelompok kerja itu, yang diketuai Uni Eropa dan mengecualikan Amerika, bertemu Rabu (7/4). Seorang pejabat AS yang tidak mau disebut namanya mengatakan delegasi AS di Wina telah diberi pengarahan tentang diskusi tersebut.[ka/jm]

Oleh: VOA

Terkini Lainnya

Hukum

Peristiwa

Kesehatan